Thursday, November 27, 2014

10:17 PM


PENDIDIKAN ADALAH KEKAYAAN NEGERI YANG HAKIKI
By: Mutmainna Syam



Nelson Mandela pernah berkata “education is the most powerful weapon which you can use to change the world”. Lihat saja pergerakan kemerdekaan Indonesia pada awalnya diinisiasi oleh mereka yang bersekolah di Belanda yang kemudian sadar dengan kondisi bangsanya. Gerakan generasi pelajar Indonesia membangun sebuah perubahan dalam pencapaiannya adalah sebuah revolusi besar dari sebuah bangsa. Di Kamboja misalnya, kelompok sarjana mampu melawan rezim otoriter pemerintah yang ingin mempertahankan status quo pada saat itu. Mereka sadar bahwa pergerakan berasal dari para kaum cendikiawan. Pendidikan tidak hanya sebagai senjata perubahan tapi juga investasi. Investasi masa depan yang akan dipetik. Pendidikan juga tidak terlepas dari pengaruh sosial. Dan keduanya saling mempengaruhi secara timbal balik.
Di Arab Saudi misalnya, dengan kekayaan minyak yang dimilikinya, pemerintah setempat menerapkan sistem pendidikan gratis bagi seluruh warganya bahkan untuk mahasiswa asing yang berminat melanjutkan studi di Arab, terutama di Riyadh. Subsidi ini tidak hanya di bidang pendidikan, tetapi juga kesejahteraan masyarakatnya juga terjamin yaitu dengan diberikannya bantuan bulanan pada setiap kepala keluarga. Akan tetapi, dari kebijakan itu, muncul sebuah gejala sosial dimana karena penduduknya yang terlalu “dimanja” oleh pemerintah, pendidikan bukan menjadi sebuah hal yang terlalu diminati warganya. Sederhananya, mindset selama ini pendidikan dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan dan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan, namun karena di Arab Saudi kebutuhan telah disubsidi dan tanpa pendidikan, kesejahteraan sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi mereka, pendidikan perlahan-lahan menjadi barang yang tidak terlalu penting. Para profesional dan pakar pakar pendidikan, sains dan ilmuwan dewasa ini tidak lagi lahir dari negeri sahara ini, seperti ratusan tahun silam. Umumnya mereka lahir dari daratan Asia, Amerika dan Eropa. Hal ini sangat memprihatinkan. Padahal Arab Saudi merupakan “rumah”  kaum muslimin, dimana ayat al-Qur’an pertama turun di negeri ini yang tak lain adalah perintah untuk membaca “iqra” bacalah…”. Malah justru kini terjabak dalam comfort zone karena kekayaan minyak yang dimilikinya. Sebagai contoh, di Universitas King Abdul Azis, rektor dan kebanyakan staf pengajarnya ternyata bukan dari pribuminya, tetapi kebanyakan mereka adalah orang asing. Bahkan 75 % dari mahasiswanya adalah mahasiswa asing. Meskipun kita tidak bisa pula menafikan bahwa banyak dari generasi muda mereka yang melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Kebanyakan kelas menengah dan kelas pekerja di Arab Saudi adalah orang asing yang umumnya berasal dari Asia Selatan. Dengan subsidi yang begitu besar dari pemerintahanya, hampir semua penduduknya berada dalam strata ekonomi menengah keatas. Sumber kekayaan minyak yang luar biasa besar ini dikelola oleh kerajaan yang juga dinikmati secara langsung oleh rakyatnya. Sistem monarki bekerja dalam kondisi demikian, namun hal ini memunculkan pertanyaan besar, sampai kapan kekayaan minyak Arab Saudi akan bertahan? Jika sumberdaya berupa minyak tersebut habis, apa yang akan terjadi dengan system pemerintahan monarki tersebut?. –Mutmainna- 

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 diskusi ankara. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top