PENDIDIKAN
ADALAH KEKAYAAN NEGERI YANG HAKIKI
By: Mutmainna Syam
Nelson Mandela
pernah berkata “education is the most
powerful weapon which you can use to change the world”. Lihat saja
pergerakan kemerdekaan Indonesia pada awalnya diinisiasi oleh mereka yang bersekolah
di Belanda yang kemudian sadar dengan kondisi bangsanya. Gerakan generasi pelajar
Indonesia membangun sebuah perubahan dalam pencapaiannya adalah sebuah revolusi
besar dari sebuah bangsa. Di Kamboja misalnya, kelompok sarjana mampu melawan
rezim otoriter pemerintah yang ingin mempertahankan status quo pada saat
itu. Mereka sadar bahwa pergerakan berasal dari para kaum cendikiawan.
Pendidikan tidak hanya sebagai senjata perubahan tapi juga investasi. Investasi
masa depan yang akan dipetik. Pendidikan juga tidak terlepas dari pengaruh sosial.
Dan keduanya saling mempengaruhi secara timbal balik.
Di Arab Saudi
misalnya, dengan kekayaan minyak yang dimilikinya, pemerintah setempat
menerapkan sistem pendidikan gratis bagi seluruh warganya bahkan untuk
mahasiswa asing yang berminat melanjutkan studi di Arab, terutama di Riyadh. Subsidi
ini tidak hanya di bidang pendidikan, tetapi juga kesejahteraan masyarakatnya
juga terjamin yaitu dengan diberikannya bantuan bulanan pada setiap kepala
keluarga. Akan tetapi, dari kebijakan itu, muncul sebuah gejala sosial dimana
karena penduduknya yang terlalu “dimanja” oleh pemerintah, pendidikan bukan
menjadi sebuah hal yang terlalu diminati warganya. Sederhananya, mindset selama
ini pendidikan dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan dan pekerjaan untuk
memenuhi kebutuhan, namun karena di Arab Saudi kebutuhan telah disubsidi dan
tanpa pendidikan, kesejahteraan sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi mereka,
pendidikan perlahan-lahan menjadi barang yang tidak terlalu penting. Para
profesional dan pakar pakar pendidikan, sains dan ilmuwan dewasa ini tidak lagi
lahir dari negeri sahara ini, seperti ratusan tahun silam. Umumnya mereka lahir
dari daratan Asia, Amerika dan Eropa. Hal ini sangat memprihatinkan. Padahal Arab
Saudi merupakan “rumah” kaum muslimin, dimana
ayat al-Qur’an pertama turun di negeri ini yang tak lain adalah perintah untuk
membaca “iqra” bacalah…”. Malah justru kini terjabak dalam comfort zone karena kekayaan minyak yang dimilikinya. Sebagai
contoh, di Universitas King Abdul Azis, rektor dan kebanyakan staf pengajarnya ternyata
bukan dari pribuminya, tetapi kebanyakan mereka adalah orang asing. Bahkan 75 %
dari mahasiswanya adalah mahasiswa asing. Meskipun kita tidak bisa pula
menafikan bahwa banyak dari generasi muda mereka yang melanjutkan pendidikan di
luar negeri.
Kebanyakan
kelas menengah dan kelas pekerja di Arab Saudi adalah orang asing yang umumnya
berasal dari Asia Selatan. Dengan subsidi yang begitu besar dari
pemerintahanya, hampir semua penduduknya berada dalam strata ekonomi menengah
keatas. Sumber kekayaan minyak yang luar biasa besar ini dikelola oleh kerajaan
yang juga dinikmati secara langsung oleh rakyatnya. Sistem monarki bekerja
dalam kondisi demikian, namun hal ini memunculkan pertanyaan besar, sampai
kapan kekayaan minyak Arab Saudi akan bertahan? Jika sumberdaya berupa minyak
tersebut habis, apa yang akan terjadi dengan system pemerintahan monarki
tersebut?. –Mutmainna-
0 comments:
Post a Comment