Thursday, December 4, 2014

9:30 PM


Gejolak Politik di Timur Tengah
by: Mutmainna Syam
(Mahasiswi Program Master Gazi Üniversitesi, Türkey)




Timur Tengah sejak tahun 1904 telah disinggung oleh Mackinder sebagai bagian dari Heartland (pivot area), area yang sangat penting untuk menguasai dunia. Menurutnya, who rules the eastern Europe, rules the heartland, and who rules the heartland rules the world. Tidak menjadi sebuah tanda tanya besar mengapa pergolakan terus saja terjadi di wilayah Timur Tengah (Far East, Middle East, West Asia). Teori ini meskipun banyak menuai kritik, namun menjadi sebuah pengaruh yang besar terutama pada USSR yang pada tahun 1909 yang terus melebarkan kekusaanya dan menaklukan wilayah-wilayah di Asia Tengah dan Eropa Timur. Teori ini telah menjadi pegangan yang kuat terutama jika kita mencermati pernyataan resmi dari G. W Bush pada tahun 1990:
“for most of the century, the United States has deemed it a vital interest to prevent any power or group of powers from dominating the Eurasian landmass.”
Yang mana pernyataan tersebut sangat mendekati paradigma geopolitik MacKinder.
Rusia, China, Amerika Serikat dan Uni Eropa secara kompleks telah bersaing dalam melebarkan pengaruhnya pada negara-negara yang masuk ke dalam spesifikasi Heartland, terutama Timur Tengah. Mengurai panjangnya pergesekan kepentingan negara-negara di Timur Tengah tidak akan pernah ada habisnya bahkan tidak akan pernah cukup dalam ratusan lembar karya ilmiah. Namun, perlu kita cermati, bahwa dalam hubungan internasional perang adalah salah satu instrument dalam Kebijakan politik luar negeri pada suatu negara, baik secara langsung maupun tidak langsung (dalam artian dukungan pada salah satu pihak dalam perang).
Jika kita kembali pada sejarah di Timur Tengah, pada awal tahun 1900. Inggris adalah kekuatan utama dunia. Menguasai hampir separuh wilayah terutama di timur tengah. Keterlibatan Inggris di Iraq pada tahun 1917, di Sudan pada tahun 1922, dan tahun 1918 Inggris juga berkuasa di Palestina,  begitu seterusnya. Memudarnya pengaruh Inggris kemudian dibarengi dengan kemunculan Amerika Serikat sebagai Negara kuat pada Perang Dunia II dan Perang Dingin, juga turut memainkan hegemoni yang ada di Timur Tengah. Tahun 1980, Amerika Serikat menjadi penyokong utama Iraq dalam perang teluk melawan Iran, tapi kemudian pada tahun 2003 USA malah menginvasi Iraq. Tahun 1969 di Sudan, Amerika mendukug kudeta Ja’far an-Nuamiri serta terlibat dalam membentuk Taliban dalam memerangi rusia di  Afganistan. Rusia, yang semenjak runtuhnya USSR melebarkan pengaruhnya melalui Iran dan Suriah. China yang juga muncul menjadi kekuatan ekonomi dunia turut memainkan peranan di Timur Tengah terutama mengenai kondisi Libya dan Suriah.  Dari kesemuanya kita mendapati sebuah hal yang tidak lagi berbicara mengenai idealism politik, namun berbicara mengenai kepentingan untuk mempertahankan sphere dan pengaruh di wilayah yang disebut oleh MacKinder sebagai “bagian penting untuk dikuasai”.
Mengapa Timur Tengah? banyak persepektif untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dari persepektif kapital, Timur Tengah adalah surga bagi sumber kekayaan sumber energi minyak bumi dan gas. Perdagangan senjata yang besar merupakan salah satu transaksi ekonomi yang paling menjanjikan serta jalur perdagangan darat yang penting semenjak ratusan tahun silam. Dari perspektif agama, merupakan tempat lahirnya agama-agama ibrani yang sangat berpengaruh. Juga merupakan tempat terutama bagi umat Islam dengan berbagai aliran. Dari perspektif konspiratif, timur tengah yang bersatu dan berdaulat  merupakan ancaman bagi eksistensi Negara Israel Raya.
Dewasa ini, kemunculan arab spring yang dalam istilah hubungan internasional di sebut sebagai “democratization wave” menjadi polemik. Tertutama bila kita menimbang  residu konflik yang terjadi pada akhirnya. Pembantaian umat manusia yang luar biasa menjadi sebuah harga dalam perubahan yang dialami negara-negara Timur Tengah. namun, pertanyaanya, bagaimana jika ada kepentingan luar yang membajak revolusi yang sedang terjadi di Timur Tengah?. Di Mesir, revolusi menggulingkan Hosni Mubarak yang berujung pada ketidakstabilan setelah revolusi yang dipegang oleh Mursi runtuh hingga sebuah tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan meskipun batal dilaksankan, yaitu hukuman mati bagi ratusan simpatisannya.  Afganistan kini menjadi Negara yang terkoyak-koyak dalam segala aspek. Libya kini terjebak dalam perang saudara. Suriah juga demikian halnya, intervensi internasional sepertinya tidak akan dilakukan di Suriah sebagaimana yang NATO lakukan di Libya.

Sekali lagi, bagaimana jika ada yang menunggangi revolusi di Timur Tengah? menarik untuk kita simak pernyataan Snowden mengenai rencana besar USA di Timur Tengah,  yaitu “the hornet’s nest” bahwa Amerika Serikat dan sekutunya berkepentingan untuk membuat distabilisasi di Timur Tengah. selanjutnya, mengapa gerakan IS (Islamic State) merubah namanya yang pada mulanya adalah Islamic State of Iraq kemudian menjadi Islamic State of Iraq dan Suriah (ISIS) dan sekarang Islamic State?. Simbolisme seperti ini tentunya harus menjadi perhatian kita. Agenda apa yang sedang dimainkan oleh IS. Arab Spring di Timur Tengah menjadi sebuah ilusi dan pemikiran bijak yang naif. Liga Arab yang seharusnya mampu memainkan peranan besar di kondisi Timur Tengah justru tidak terdengar gaungnya. Sementara di satu sisi, kondisi sosial di Timur Tengah menjadi sangat mengkhawatirkan. 

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 diskusi ankara. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top